بسم الله الرحمن الرحيم
“Apabila disebutkan di antara para ulama, maka Malik adalah bintang. Malik adalah hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para tabi’in.” – Imam Asy-Syafi’i –
- Nasab dan Kelahiran
Beliau adalah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Nafi’. Ibunya bernama ‘Aliyah binti Syarik bin Abdirrahman. Imam Malik dilahirkan pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdil Malik, tepatnya pada tahun 93 Hijriyah di desa Dzu Al-Marwah. Sebuah desa yang terletak di Wadi Al-Qura yaitu di antara Taimaa dan Khaibar.
Ibnu Nafi’, Al-Waqidiy (207 H), dan Muhammad bin Dhohhak mengatakan bahwasanya Imam Malik berada dalam kandungan ibunya selama kurang lebih tiga tahun. Dan juga dikatakan bahwa beliau dilahirkan dalam keadaan gigi-giginya telah tumbuh.[1]
- Awal Mula Perjalanan dalam Mencari Ilmu
Imam Malik merupakan seorang anak yang terlahir dari keturunan pecinta ilmu. Ayah dan kakek-kakeknya adalah orang yang mengumpulkan dan memberikan perhatian lebih terhadap hadits-hadits Rasulullah ﷺ dan dalam memahami agama Allah. Bersamaan dengan hal itu, Imam Malik kecil adalah seorang anak yang menyibukkan dirinya dengan memelihara merpati. Sehingga apabila beliau ditanya mengenai suatu permasalahan, beliau menjawabnya dengan jawaban yang salah karena tidak didasari oleh ilmu. Imam Malik berkata: “Aku memiliki seorang saudara, suatu hari ayahku menanyakan kepada kami mengenai suatu perkara, saudaraku menjawab dengan tepat sedangkan jawabanku salah. Ayahku berkata: “Engkau lebih mencintai burung merpati daripada menuntut ilmu.” Maka aku pun marah kemudian pergi menemui Ibnu Hurmuz (148 H) untuk mengambil ilmu darinya selama tujuh tahun. Ketika itu aku membawa kurma dan aku bagikan kepada anak-anaknya seraya berkata, “Jika ada seseorang yang bertanya mengenai ayah kalian, katakanlah bahwa beliau sedang sibuk.” Kemudian Imam Malik berkata: “Aku mendatangi Ibnu Hurmuz pagi-pagi buta dan tidak keluar dari rumahnya kecuali telah larut malam.”
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa Imam Malik memulai perjalanan mencari ilmunya dengan Ibnu Hurmuz, kemudian beliau melanjutkan dengan seorang ulama besar dalam fiqih yaitu Rabi’ah Ar-Ra’yi (136 H). Sebelum beliau mengambil ilmu dari Rabi’ah, ibunya berpesan seraya berkata: “Wahai Anakku pergilah engkau dan temui Rabi’ah, pelajarilah darinya adab sebelum engkau mengambil ilmu darinya.”
Begitulah awal perjalanan beliau dalam menuntut ilmu yang dimulai sejak muda dan kemudian terus berlanjut hingga beliau menjadi seorang yang mahir dalam ilmu hadits dan fiqih.
- Ushul Madzhab
Adapun ushul madzhab beliau adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Ijma’ Ahlul Madinah, Qiyas, Qoul As-Shohabi, Al-Maslahah Al-Mursalah, Al-‘Urf, Al-‘Aadah, Saddudzaro’i, Al-Istishab dan Al-Istihsan.
- Guru-guru Imam Malik
- Nafi’ bin Sarjis (117 H)
- Ibnu Hurmuz (148 H)
- Sa’id Al-Maqburi (125 H)
- Muhammad bin Muslim Az-Zuhri (124 H)
- Abdullah bin Dinar (127 H)
- Rabi’ah Ar-Ra’yi (136 H)
- Abu Zinad Abdullah bin Zakwan (130 H)
- Murid-murid Beliau
- Abdullah bin Wahab (197 H)
- Abdurrahman bin Al-Qasim (191 H)
- Asyhab bin Abdil Aziz (204 H)
- Asad bin Al-Furat (213 H)
- Isa bin Dinar Al-Qurthubi (212 H)
- Abdullah bin Abdul Hakim (214 H)
- Karya-karya Imam Malik
- Al-Muwatha’
- Risalah fi Al-Qadar
- Risalah fi An-Nujum wa Manazili Al-Qamar
- Juz’un fi At-Tafasir
- Kitabu As-Sir
- Risalah ila Al-Irsyad
- Pujian Ulama Terhadap Imam Malik
- Imam Asy-Syafi’i (204 H) berkata: “Apabila disebutkan diantara para ulama, maka Malik adalah bintang. Malik adalah hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para tabi’in.”
- Imam Asy-Syafi’I juga mengatakan: “Barang siapa yang menginginkan hadits shahih, hendaknya dia menemui Malik.”
- Imam An-Nasa’i (304 H) berkata: “Tidak ada seorang pun yang aku ketahui lebih cerdas dan mulia dari Malik setelah para tabi’in, tidak ada orang yang lebih tsiqah darinya, lebih dapat dipercaya dalam hadits, dan tidak ada yang lebih sedikit periwayatannya dari du’afa (orang-orang yang lemah) kecuali Malik. Kita tidak mengetahui bahwa dia mengambil hadits dari seorang yang matruk (tidak diambil haditsnya) kecuali Abdul Karim yaitu Abu Umayyah.”
- Wafat
Imam Malik رحمه الله wafat setelah tertimpa penyakit kurang lebih dua puluh dua hari. Beliau wafat pada bulan rabi’ul awal tahun 179 Hijriyah dan kemudian dimakamkan di Baqi’.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah senantiasa merahmati beliau, mengampuni dosa-dosanya dan menempatkannya ditempat yang mulia. Amin.
- Keterangan: Tahun yang tertera setelah nama tokoh adalah tahun wafat.
Penulis: Nurul Maftuhah
Pembimbing: Ustadz Hendry Waluyo Lensa, Lc., M.Hum.
Referensi:
- Adz-Dzahabi, 2004 M, Siyar A’lam Nubala, Lebanon : Baitul Afkar Ad-Dauliyah
- Ibnu Abdil Bar, 1997 M, , Al-Intiqa fi fadhaili Al-Aimmah Ats-Tsalasah Al-Fuqoha, Beirut:Daar Al-Basyair Al-Islamiyyah
- Abdul Ghani Ad-Daqri, 1998 M, Al-Imam Malik bin Anas Imam Daar Al-Hijrah, Damaskus: Daar Al-Qolam
[1]Abdul Ghani Ad-Daqri, Al-Imam Malik bin Anas Imam Daar Al-Hijrah, Daar Al-Qolam, Damaskus: 1998, hal.24.
0 Komentar