(Ditinjau dari Segi Keabsahan)

بسم الله الرحمن الرحيم

…الحمد لله رب العالمين، الصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد

Pada artikel sebelumnya kita telah mengupas seputar Kitab Shahihain, maka pada kesempatan kali ini akan dikupas pembahasan tentang kitab-kitab lain seputar hadis shahih.

Kitab-Kitab Populer Seputar Hadis Shahih

Pembahasan tentang kitab ‘Mustadrak’ milik Imam al Hakim, Shahih Ibnu Khuzaimah, dan Shahih Ibnu Hibban

  1. Mustadrak al Hakim

Dalam kitab ini, Imam al Hakim menyebutkan hadis-hadis shahih yang tidak terdapat dalam Shahihahin, namun hadis-hadis tersebut memenuhi syarat Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduannya. Selain itu, Imam al Hakim juga menyebutkan hadis-hadis yang shahih menurut pandangan beliau meskipun hadis-hadis tersebut tidak memenuhi kriteria shahih menurut Bukhari dan Muslim. Beliau juga mencantumkan hadis-hadis yang tidak shahih dan memberi keterangan setelahnya.

Imam al Hakim termasuk ulama yang bermudah-mudahan dalam mentashih sebuah hadis. Maka pembaca harus cermat dan memastikan hukum hadis dalam kitab tersebut. Imam adz Dzahabi telah mengoreksi kitab milik Imam al Hakim ini, dan beliau menghukumi sebagian besar hadis-hadis di dalamnya.

  • Shahih Ibnu Hibban

Susunan kitab milik Ibnu Hibban ini tergolong baru dalam kajian kitab hadis. Beliau tidak menyusun kitabnya menjadi bab-bab atau musnad seperti kitab-kitab hadis lainnya. Oleh karena itu, beliau memberikan judul (At Taqasim wal Anwa’). Selain itu, menemukan hadis tertentu dalam kitab ini sangat sulit. Namun beberapa ulama belakangan meyusun kembali kitab beliau sesuai bab.

Ibnu Hibban juga termasuk ulama yang bermudah-mudahan dalam mentashih sebuah hadis. Namun, beliau lebih baik dari Imam al Hakim dalam hal tersebut.

  • Shahih Ibnu Khuzaimah

Kitab milik Ibnu Khuzaimah ini lebih baik dari kitab Ibnu Hibban. Beliau sangat berhati-hati dalam menghukumi sebuah hadis. Jika terdapat sedikit saja kecacatan dalam sanad, beliau memilih untuk tawaqquf (tidak menghukumi hadis tersebut).

Al Mustakhrajat ‘Ala Shahihain

  1. Isi kitab mustakhraj

Sebelum menulis mustakhraj, penulis merujuk kepada sebuah kitab yang berisi matan hadis. Lalu ia mengambil hadis-hadis di dalamnya (kitab matan hadis tersebut) dan menuliskannya dalam kitabnya sendiri dengan sanad yang ia miliki. Sehingga sanad si penulis mustakhraj akan bertemu dengan sanad pemilik kitab matan hadis pada guru-guru tertentu.

  • Kitab populer tentang Mustakhraj ‘Ala Shahihain
  • Al Mustakhraj, karya Abu Bakar al Isma’ili. Kitab ini adalah mustakhraj Shahih Bukhari
  • Al Mustakhraj, karya Abu ‘Awanah al Isfirayini. Kitab ini adalah mustakhraj dari Shahih Muslim
  • Al Mustakhraj, karya Abu Nu’aim al Ashbahani. Kitab ini merupakan mustakhraj dari Shahihain
  • Konsistensi penulis mustakhraj atas lafaz-lafaz Shahihain

Tidak semua lafaz dalam mustakhraj sesuai dengan Shahihain. Hal tersebut dikarenakan para penulis mustakhraj meriwayatkan hadis sesuai dengan lafaz yang mereka dengar dari gurunya. Maka terkadang terdapat perbedaan dalam beberapa lafaz.

  • Menukil hadis dari kitab-kitab mustakhraj dan menisbatkannya kepada Bukhari dan Muslim

Tidak diperbolehkan menukil hadis dari kitab-kitab mustakhraj dan menisbatkannya kepada Bukhari maupun Muslim dengan mengatakan, “hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari” atau “hadis ini diriwayatkan oleh Muslim” tanpa merujuk pada Shahihain atau jika penulis mustakhraj mengatakan “hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari/Muslim dengan lafaz yang sama”.

  • Faidah Mustakhraj ‘Ala Shahihain

Dalam kitab ‘Tadriburrawi’, Imam as Suyuthi menyebutkan beberapa faidah mustakhraj, antara lain:

  1. Isnad ‘aly
  2. Menambah kadar keabsahan
  3. Menguatkan sanad hadis karena diriwayatkan dengan jalur yang berbeda

Tingkatan Shahih

Bertolak dari pendapat ulama tentang sanad yang paling shahih, maka dapat dikatakan bahwa hadis terbagi menjadi 3 tingkatan jika ditinjau dari segi para perawinya:

  1. Hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang paling shahih, seperti riwayat Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
  2. Hadis yang derajat sanadnya berada satu tingkat di bawah tingkatan pertama, seperti riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit al Bunani dari Anas bin Malik.
  3. Hadis yang para perawinya berada pada tingkatan tsiqah terendah, seperti riwayat Suhail bin Abi Shalih dari Ayahnya (Dzakwah as Samman) dari Abu Hurairah.

Sedangkan jika ditinjau dari segi kitab yang meriwayatkan hadis tersebut, maka derajat hadis terbagi menjadi 7 :

  1. Muttafaq ‘Alaih (terdapat dalam Shahihain, baik Bukhari maupun Muslim)
  2. Hadis yang hanya terdapat dalam Shahih Bukhari
  3. Hadis yang hanya terdapat dalam Shahih Muslim
  4. Hadis yang memenuhi kriteria Imam Bukhari dan Muslim, namun tidak tercantum dalam Shahihain
  5. Hadis yang memenuhi kriteria Imam Bukhari, namun tidak tercantum dalam Shahih Bukhari
  6. Hadis yang memenuhi kriteria Imam Muslim, namun tidak tercantum dalam Shahih Muslim
  7. Hadis shahih menurut imam-imam lainnya, dan tidak sesuai dengan kriteria Imam Bukhari maupun Muslim, seperti Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban

Periwayatan Dua Jalur (Aziz) Sebagai Syarat Shahih

Menurut pendapat yang lebih kuat, keabsahan sebuah hadis tidak disyaratkan untuk diriwayatkan melalui dua jalur (hadis shahih tidak harus aziz). Sebagai bukti, di dalam kitab Shahihain terdapat banyak hadis gharib, yang berarti ‘gharabah laa tunaafi as shihah’.

Memang terdapat beberapa ulama yang mensyaratkan shahih minimal diriwayatkan dari dua jalur, seperti Abu Ali al Jubba’i (beliau merupakan salah satu tokoh Mu’tazilah) dan Imam al Hakim. Namun pendapat ini menyelisihi pendapat yang lebih kuat dan telah disepakati.

Maraji’:

  1. Taisir Musthalah Hadis, Dr. Mahmud Thohhan, Maktabah Al Ma’arif: Riyadh, Cet. 10, th 2004 M.
  2. Mudzakirah penulis.

Penulis : Ainun Nur Hasanah

Pembimbing : Ustadz Nur Kholis, Lc., M. Th.I


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *