بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، الصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد
Pada artikel sebelumnya kita telah membahas perbedaan pandangan ulama hadits dalam memberikan definisi hadits hasan. Pada kesempatan kali ini insya Allah akan membahas tentang pembagian hadits hasan menurut Ibnu Shalah dengan mengaitkannya dengan definisi Imam Aal-Khattabi dan juga Imam At-Tirmizi.
Pembagian Hadits Hasan Menurut Ibnu Shalah dengan Mengaitkannya dengan Definisi Al-Khattabi dan At-Tirmidzi.
- Hasan Li ghairihi:
ما لا يخلو إسناده من مستور لم تتحقق أهليته، وليس مغفلا كثير الخطأ، ولا ظهر منه سبب مفسق، ويكون متن الحديث معروفا برواية مثله أو نحوه من وجه آخر
Pengertian ini bisa diartikan dengan: hadits yang di dalamnya sanadnya tidak luput dari perawi mastur yang tidak memenuhi standar kelayakan, dan bukan termasuk perawi yang lalai dan banyak salahnya, dan tidak tampak darinya sebab-sebab kefasikan, dan matan hadits tersebut diketahui ada jalur periwayatan lain semisalnya atau yang serupa.
Ibnu Shalah mengatakan bahwa jenis ini sejalan dengan definisi Imam At-Tirmidzi dalam hadits sahih, yang berbunyi: setiap hadits yang diriwayatkan, tidak ada perawi yang dituduh pembohong dalam sanadnya, tidak hadits lain yang menyelisihi matan hadits tersebut, dan sanadnya didukung dengan jalur periwayatan yang lain.
- Hasan Lidzatihi
أن يكون راويه مشهورا بالصدق والأمانة، ولم يبلغ درجة الصحيح لقصوره في الحفظ والإتقان، وهو مرتفع عن حال من يعد تفرده منكرا
Pengertian ini bisa diartikan dengan: hadits yang perawinya terkenal dengan jujur dan amanah, akan tetapi hadisnya tidak sampai derajat sahih dikarenakan kualitas hafalannya berada dibawah derajat sahih, dan hadits ini lebih bagus keadaannya dibandingkan hadits yang munkar dalam keadaan sendiri.
Adapun jenis ini sejalan dengan definisi Al-Khattabi dalam hadits hasan seperti yang dikatakan Ibnu Shalah. Definisi Al-Khattabi berbunyi: hadits yang diketahui sumbernya pada kitab tertentu dan perawinya masyhur, dan sanadnya bertemu dengan sanad hadits lain, diterima dan dipakai oleh mayoritas ulama.
Ibnu Shalah telah menggabungkan 2 perkataan ulama dalam mendefinisikan hadits hasan. Beliau berkata: “Tirmizi telah menyebutkan salah satu dari jenis hadits hasan dan Khattabi menyebutkan jenis lainnya, dengan meringkas dari keduanya hal-hal yang bermasalah dan menampilkan hal-hal yang tidak bermasalah, dan yang lalai dan terlewat oleh keduanya.”
Dari beberapa pandangan ulama dalam mendefinisikan hadits hasan sebelum Ibnu Shalah dapat disimpulkan bahwa mereka hanya mendefinisikan hadits hasan secara tunggal, sehingga definisi-definisi tersebut tidak jaami’ wa maani’(tidak mengumpulkan seluruh jenis hadits hasan dan tidak juga mencegah dari masuknya definisi hadits sahih ke dalamnya). Ibnu Shalah kemudian mencoba menggabungkan definisi tersebut dan membagi hadits hasan menjadi 2 bagian yaitu Hasan Lidzatihi dan Hasan Li ghairihi, dan kemudian definisi tiap bagian disempurnakan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dan menjadikannya sebagai definisi yang terpilih dan yang paling rajih.
Definisi Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam hadits hasan:
- Hadits Hasan Lidzatihi:
هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه, عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة
“Suatu hadits yang bersambung rantai sanadnya yang dinukil oleh perawi yang adil, yang kekuatan hafalannya di bawah perawi hadits sahih dari perawi semisalnya sampai akhir sanad tanpa ada syudzudz dan ‘illah”.
- Hadits Hasan Li ghairihi:
هو الضعيف إذا تعددت طرقه ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوي أو كذبه
“Hadits dha’if yang banyak jalur periwayatannya dan sebab dari kelemahan perawi bukan berasal dari kefasikan atau dusta.”
Demikian penjelasan mengenai tentang pembagian hadits hasan menurut Ibnu Shalah dengan mengaitkannya dengan definisi Imam Khattabi dan juga Imam At-Tirmidzi dan juga definisi hadits hasan yang palling rajih. Insya Allah artikel selanjutnya akan membahas tentang pembagian hadits menurut Imam Al-Baghawi dalam kitab Al-Mashabih.
Sumber:
- Taisir Mushthalahul Hadits, DR Mahmud ath-Thahhan, Maktabah al Ma’arif, Cetakan ke-sebelas, 1430 H.
- Tadrib Ar-Rawi jilid 1, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Daar Al-’Ashimah, Cetakan pertama, 1423 H.
Penulis: Shalsabila
0 Komentar