بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونتوب إليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادى له واشهد أن لا اله آلا الله وحده لا شريك له، واشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان وسلم تسليماً، وبعد
Sebelum mengetahui tentang apa urgensi mempelajari Ilmu Faraidh kita harus terlebih dahulu mengetahui apa saja keutamaan dari Ilmu Faraidh sendiri.
Secara umum ilmu syar’i memiliki keutamaan yang besar. Di antaranya adalah; sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi kita Muhammad salallahu’alaihim wasallam:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar.” (Shahih Riwayat Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/223) Dari Abu Darda’)
Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa ilmu agama adalah warisan para nabi. Oleh karena itu barang siapa yang mempelajari ilmu syar’i, sungguh ia telah mendapatkan warisan para nabi yang mana warisan tersebut merupakan hal yang agung dan mulia.
Setiap cabang ilmu syar’i juga memiliki keutamaan khusus. Ilmu Faraidh juga memiliki keutamaan khusus yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits. Maka dalam artikel kali ini, akan dibahas keutamaan Ilmu Faraidh dalam Al-Qur’an:
1.Ilmu Faraidh dibahas secara terperinci di dalam Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an, Ilmu Faraidh dibahas secara terperinci pada surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176. Hal ini berbeda dengan kebanyakan syari’at lainnya yang hanya disebutkan secara global dalam Al-Qur’an contohnya seperti salat. Perintah salat memang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an bukan? Akan tetapi untuk rincian teknis pelaksanaannya tidak langsung dijelaskan dalam Al-Qur’an, melainkan dijelaskan dengan perantara nabi kita Muhammad salallahu’alaihi wasallam.
2. Ilmu Faraidh pembagiannya langsung ditentukan oleh Allah Ta’ala
Masih berhubungan dengan keutamaan sebelumnya yang menyebutkan bahwa Ilmu Faraidh dijelaskan secara terperinci di dalam Al-Qur’an. Kita tahu bahwa Al-Qur’an merupakan kalamullah, tentu hal ini menunjukkan bahwa pembagian Ilmu Faraidh ini langsung dijelaskan oleh Allah Ta’ala tanpa melalui perantara baik itu dari kalangan malaikat atau pun para nabi.
3. Allah menjadikan pembagian waris yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an sebuah ketetapan
Pembagian warisan yang sudah Allah Ta’ala jelaskan dalam Al-Qur’an merupakan aturan baku yang harus dipatuhi oleh para hamba-Nya. Ketetapan tersebut tidak bisa ditambah atau pun dikurangi dengan alasan apapun. Misalnya seperti; mayit berperasangka baik kepada salah satu ahli warisnya sehingga ia berikan seluruh hartanya, atau berprasangka buruk sehingga tidak ia berikan warisan sedikitpun, padahal kondisi sebenarnya bisa jadi berkebalikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:
آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً حَكِيماً
“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (An-Nisa: 4)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Ta’ala Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk para hamba-Nya sehingga apa yang telah ia tetapkan maka itu lah yang terbaik.
4. Allah menjanjikan surga bagi yang membagi waris sesuai dengan ketetapan-Nya
Janji tersebut Allah sebutkan dalam Al-Qur’an setelah menjelaskan tentang pembagian waris:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.” (An-Nisa: 13)
Dikarenakan ayat ini disebutkan setelah ayat yang menjelaskan tentang pembagian waris. Maka secara otomatis “batas-batas” yang dimaksud pada ayat tersebut adalah batasan-batasan atau aturan-aturan dalam pembagian waris.
5. Allah mengancam neraka bagi orang yang membagi waris tidak sesuai dengan ketetapan-Nya
Setelah ayat yang menjanjikan surga bagi orang yang membagi warisan sesuai perintah Allah Ta’ala, terdapat ayat ancaman bagi orang yang tidak membagi warisan sesuai dengan perintah Allah Ta’ala:
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (An-Nisa: 14)
Dalam kitab Tafsir Muyassar disebutkan makna dari ayat di atas adalah: Barang siapa yang bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dengan cara mengingkari ketetapan Allah Ta’ala, dan melampaui batasan-batasan-Nya dengan cara mengubah ketetapan-Nya atau melalaikan batasan-batasannya dengan tidak mengamalkan-Nya, maka baginya adzab yang hina dan tercela. (Terj. Tafsir Muyassar, hal. 79)
Sumber:
- Al-Qur’an.
- Sunan Ibn Majah, Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qozwaini, Dar Ihya’il Kitabil ‘Arobiyyah.
- Syarhu Hadits Ibn ‘Abbas fil faraidh, Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Munif, Jami’ah Islamiyyah bil Madinah, Madinah.
Penulis: Ainun Maulany
0 Komentar