Dhamir dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan kata ganti. Dalam bahasa Arab, dhamir juga memiliki definisi yang tidak jauh beda, yaitu ism mabni yang berfungsi sebagai kata ganti dari orang pertama, kedua, dan ketiga, bahkan benda. Ada tiga jenis dhamir: muttashil, munfashil, dan mustatir. Namun, pembahasan ittishal ad-dhamir wa infishaluh hanya akan fokus pada jenis yang pertama dan kedua, yaitu muttashil dan munfashil.

Kaidah dasar dalam pembahasan ittishal ad-dhamir wa infishaluh adalah apa yang disebutkan oleh Syekh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan dalam syarh-nya terhadap Alfiyyah Ibn Malik,

القاعدة في باب الضمير أنه متى أمكن الإتيان بالضمير المتصل فلا يعدل إلى الضمير المنفصل لأن الغرض من وضع الضمير الاختصار.

“Kaidah dalam bab ad-dhamir adalah dhamir munfashil tidak boleh digunakan selama penggunaan dhamir muttashil memungkinkan. Hal itu karena tujuan penggunaan ad-dhamir adalah mempersingkat.” (Dalil As-Salik ila Alfiyah Ibn Malik, jilid 1 hal. 94)

Namun, pada beberapa tempat, kita tidak bisa menggunakan dhamir muttashil, sehingga tidak ada pilihan selain menggunakan dhamir munfashil. Berikut adalah tempat-tempat tersebut:

1. Ketika dhamir mendahului ‘amil-nya dengan tujuan balaghi seperti ifadah al-qashr [1] pada firman Allah,

(إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ)

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Q. S. Al-Fatihah: 5)

Maknanya yaitu mengkhususkan Allah sebagai ilah yang disembah dan dimintai pertolongan. Konsekuensinya, kaum muslimin hanya menyembah-Nya dan hanya meminta pertolongan kepada-Nya

2. Ketika dhamir berada setelah إلا dengan tujuan ifadah al-hashr [2] seperti yang ada pada firman Allah,

(وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah kecuali Dia. (Q. S. Al-Isra’: 23)

3. Ketika dhamir dan ‘amil-nyadipisahkan oleh ma’mul lain seperti dalam firman Allah,

(يُخۡرِجُونَ ٱلرَّسُولَ وَإِيَّاكُمۡ)

Mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu (Q. S. Al-Mumtahanah: 1)

Dalam kalimat ini, kata kerja يخرجون merupakan ‘amil yang me-nashab-kan الرسولَ dan dhamir إياكم serta menjadikannya sebagai maf’ul bih. Dengan demikian, dhamir dan kata tersebut merupakan ma’mul. Lalu, sejatinya, dhamir tersebut bisa disambung dengan fi’il يخرجون hingga menjadi يخرجونكم. (menggunakan dhamir muttashil) Tetapi, ma’mul lain, yaitu الرسول, memisahkan dua kata tersebut sehingga kita tidak bisa menggunakan dhamir muttashil pada ma’mul أنتم. Oleh karena itu, digunakanlah dhamir nashbin munfashil, yaitu إياكم.

4. Dalam dharurah as-syi’r.

Dharurah as-syi’r adalah kebolehan yang diberikan kepada pada penyair untuk menyelisihi kaidah-kaidah bahasa Arab (nahwu dan sharaf) dalam pembuatan syair. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga wazn syair, keindahan tampilannya ketika ditulis, dan lain-lain.

Di atas adalah pembahasan tentang tempat wajibnya penggunaan dhamir munfashil yang disebabkan oleh terhalangnya penggunaan dhamir muttashil. Berikut adalah pembahasan tentang tempat-tempat yang diperbolehkan padanya penggunaan dhamir munfashil, padahal penggunaan dhamir muttashil memungkinkan:

1. Saat ‘amil dua dhamir manshub yang berada pada sebuah kalimat bukan fi’l nasikh serta dhamir pertama ‘a’raf  [4] daripada dhamir kedua.

Contohnya adalah القلم أَعْطِنِيه.

Dalam kalimat ini, kita bisa menjadikan ha’ sebagai dhamir muttashil seperti itu atau menjadikannya dhamir munfashil sehingga kalimat itu menjadi القلم أَعْطِنِي إياه.

2. Ketika dhamir yang kedua manshub disebabkan oleh kedudukannya sebagai khabar كان وأخواتها.

Contohnya adalah الطالبة كنتُها yang artinya “dulu saya (seperti) mahasiswi itu.”

Dhamir ha’ (ها) manshub yang berkedudukan sebagai khabar كان dapat dijadikan sebagai dhamir muttashil seperti di atas atau dhamir munfashil sehingga kalimat tersebut menjadi الطالبة كنتُ إياها.

3. Ketika ‘amil kedua dhamir manshub tersebut adalah fi’il nasikh seperti ظن وأخواتها.

Contohnya adalah القلم أَرَيْتُكَهُ yang artinya “saya telah memperlihatkan pena itu padamu.”

Fi’il أَرَى – يُرِي yang artinya memperlihatkan termasuk fi’il nasikh seperti ظن وأخواتها. Fi’il ini menjadi ‘amil dua dhamir yang berada tepat di belakangnya, yaitu dhamir mukhatab untuk mudzakkar (huruf ك) dan dhamir ha’ li al-ghaib. Dengan demikian, kita bisa menjadikan dhamir di kalimat ini sebagai dhamir muttashil seperti di atas dan juga dhamir munfashil. Apabila kita menjadikannya dhamir munfashil, kalimat ini akan menjadi القلم أريتك إياه.

[1] Poin-poin dalam pembahasan ini merupakan nukilan dari kitab Dalil As-Salik ila Alfiyah Ibn Malik jilid 1 dengan tambahan penjelasan dari penulis.

[2] Al-Qashr adalah salah satu pembahasan ilmu balaghah. Definisinya adalah mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dan itu dilakukan dengan cara khusus. Contohnya dengan an-nafyu wa al-istitsna’, dengan adawat al-qashr seperti بل، لكن، لا.

[3] Al-Hashr merupakan nama lain dari Al-Qashr.

[4] Dhamir memiliki tingkatan dari segi ma’rifah-nya secara berurut: dhamir mutakallim, dhamir mukhatab, lalu dhamir ghaib.

DAFTAR PUSTAKA

Dalil As-Salik ila Alfiyyah Ibn Malik jilid 1, Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, cet. Dar Al-Muslim.

الضرورة الشعرية, Muhammad Abu Al-Futuh Ghanim, 2009, https://www.diwanalarab.com/%D8%A7%D9%84%D8%B6%D8%B1%D9%88%D8%B1%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%B4%D8%B9%D8%B1%D9%8A%D8%A9

القصر في علم البلاغة وأسئلة عليه, Abu Anas Asyraf bin Yusuf bin Hasan, 1437 H/ 2015 M, https://www.alukah.net/literature_language/0/94036/%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B5%D8%B1-%D9%81%D9%8A-%D8%B9%D9%84%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%A8%D9%84%D8%A7%D8%BA%D8%A9-%D9%88%D8%A3%D8%B3%D8%A6%D9%84%D8%A9-%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87/

شرح أسلوب القصر, https://mawdoo3.com/%D8%B4%D8%B1%D8%AD_%D8%A3%D8%B3%D9%84%D9%88%D8%A8_%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B5%D8%B1

Oleh: Fikrina Aliya Budianna

Kategori: Nahwu

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *