Bismillahirrahmanirrahim
Melanjutkan pembahasan mengenai hifdzu ad-din, sebelumnya kita telah membahas mengenai cara menjaga agama dari sisi al-wujud, yaitu menjaga agama dengan melaksanakan apa-apa yang diwajibkan dan ditetapkan oleh syari’at. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas penjagaan terhadap agama dari sisi yang lain, yaitu sisi al-‘adam1
Artinya: “Dan seandainya kebenaran itu mengikuti mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya”.
Seseorang yang meremehkan agamanya dia akan melalukan kemaksiatan dengan sangat mudahnya, tanpa rasa bersalah atau bahkan dengan senang hati melakukan dosa tersebut, masyarakat yang didalamnya tidak ada penjagaan terhadap agama maka akan rusaklah masyarakat tersebut, kemaksitan merajalela, perzinaan dianggap biasa, mabuk-mabukan di mana-mana, pembunuhan, pencurian dan segala macam kejahatan dan kedholiman terjadi disebabkan tidak adanya hifdzu ad-din di dalamnya. Karena sesungguhnya hifdzu ad-din adalah dasar dari maqashid syari’ah yang lain, tanpanya maka binasalah dunia dan seisinya.
Sumber:
1.Maqashid al-Syari’ah Wa ‘Alaqatuha Bi al Adillat al-Syar’iyyat, Muhammad Sa’ad bin Ahmad bin Mas’ud Al-Yubi,Saudi Arabia: Dar Ibnu Jauzi, hal:199,200,202.
2. Materi Mata Kuliah Maqashid Syari’ah (STDI Imam Syafi’i), Arif Khusnul.Khuluq, pertemuan keempat.
3 Al Bukhori, Muhammad bin Ismail, Shahih Al-Bukhori, No.6878, juz 9, hlm.5.
- العدم.
Penjagaan agama dari sisi al-‘adam (العدم):
Menjaga agama dengan mencegah dan menghindari apa-apa yang bisa merusak atau akan merusak agama kita, yaitu dengan menolak segala sesuatu yang menyelisihi syari’at, baik dari perkataan ataupun perbuatan
Penjagaan agama dari sisi al-adam ini sangat penting, karena ketika seorang muslim meninggalkan perkataan-perkataan yang buruk, keyakinan-keyakinan yang menyimpang dan pemikiran-pemikiran yang dapat merusak agama, dan tidak membiarkan kebatilan menyebar maka agama akan terjaga kemurniannya, sebaliknya agama akan rusak ketika kaum muslimin tidak meninggalkan hal-hal yang dapat merusak dan mengotori agama, bahkan mereka tidak peduli, dan tidak menaruh perhatian serta kehati-hatian dalam hal tersebut dan membiarkan pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan yang menyimpang masuk diantara mereka, sehingga tercampurlah di dalam agama ini antara yang haq dan yang bathil. Bahkan mereka tidak lagi mengenali mana yang benar berasal dari ajaran Rasulullah, dan mana syari’at baru yang dibuat-buat oleh manusia (bid’ah), mereka melakukan berbagai macam ibadah dan menyangkanya sebagai sunnah Rasul, mengharapkan pahala dari sisi Allah dan ternyata Allah bahkan tidak menerimanya apalagi memberi ganjaran atas amalan tersebut, bahkan berbuah dosa dan murka-Nya, dikarenakan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Na’udzubillah min dzalik
Untuk mencegah hal-hal tersebut yang dapat merusak agama Islam, maka peran seorang muslim dalam hifdzu ad-din ini sangatlah penting, terlebih bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukanya dan memiliki pengaruh yang besar di masyarakat dan kaum muslimin, seperti para ulama atau uemuka agama dan uemerintah.
Para ulama atau pemuka agama memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga agama Islam dari mereka-mereka yang ingin merusak agama ini dengan menyebarkan pemikiran dan ajaran-ajaran yang sesat, dan mereka memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk melakukannya dengan ilmu yang mereka miliki dan pengaruh mereka di dalam masyarakat dan kaum muslimin, karena perkataan merekalah yang akan didengar oleh masyarakat, mereka yang menyampaikan ajaran agama Islam yang benar juga menjelaskan yang bathil agar manusia menjauhinya, dan memberi peringatan agar menjauhi ahli bid’ah. Merekalah para penjaga agama.
Selain peran para ulama, peran pemimpin juga tidak kalah penting dalam penjagaan agama. Pemimpin memiliki kewajiban untuk menegakkan agama di wilayahnya, mencegah masyarakatnya dari berbuat maksiat atau bahkan keluar dari agama Islam, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menjatuhkan hukuman kepada mereka yang melanggar syari’at Islam.
Menegakkan had (hukuman yang diberikan kepada pelaku jarimah hudud, seperti zina, pembunuhan dan murtad) agama tidak bisa ditegakkan kecuali oleh pemerintah yang berwajib. Maka peran pemerintah sangat penting agar agama Islam memiliki martabat wibawa dan kedudukan yang tinggi di dalam hati rakyatnya. Seperti yang dilakukan Khalifah Abu Bakar As-sidiq Ketika memerangi orang-orang yang murtad dari rakyatnya sebagai bentuk pengamalan dari perintah Nabi Muhammad ﷺ dalam sabdanya,
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ )
(مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
رواه البخاري
Artinya: “Tidak halal darah seorang muslim (untuk ditumpahkan) kecuali karena salah satu dari 3 perkara: tsayyib (orang yang sudah menikah) yang berzina, jiwa dengan jiwa (qishash) dan orang yang meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimim).”HR.Bukhori dan Muslim.
Berdasarkan hadist tersebut, ada 3 hal yang menyebabkan seorang muslim mendapatkan had atau hukuman mati, orang yang sudah menikah kemudian berzina, orang yang membunuh dan orang murtad atau keluar dari agama Islam, dan yang berhak dan berkewajiban untuk menegakkan hukuman mati tersebut bukan sembarang orang muslim, tetapi adalah pemerintah kaum muslimin sebagai bentuk penjagaan terhadap agama (hifdzu ad-din) dari segi al-‘adam.
Hubungan antara hifdzu ad-din dengan maqashid syari’ah yang lain
Penjagaan kita terhadap agama adalah sangat penting dan erat kaitannya dengan maqashid syari’ah yang lain. Ketika seseorang menjaga agamanya dengan baik maka dia juga menjaga maqoshid syari’ah yang lain dengan baik pula. Ketika seseorang tidak peduli dengan agamanya, buruk agamanya, lalai terhadap agamanya maka ia akan bertindak mengikuti hawa nafsunya dan melakukan apa-apa yang Allah larang sehingga dia merusak dirinya dan dan juga hidupnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ ﴾ (المؤمنون:71 [↩]
0 Komentar